Agar flu burung dan flu manusia dapat berinteraksi dan berkembang biak, mereka harus menginfeksi hewan yang sama
Satu kesimpulan umum saat Anda baru sembuh dari flu setelah beberapa hari merasa tak nyaman adalah sistem kekebalan tubuh Anda telah menemukan virus flu tersebut dan tahu bagaimana meresponnya.
Tetapi, kuman penjangkit penyakit tahun ini takkan sama dengan kuman tahun lalu, karena virus terus-menerus bermutasi. Meski begitu, virus akan tetap mirip, sehingga tubuh Anda hampir selalu dapat mengendalikannya. Namun, kadang-kadang virus flu jenis baru berpindah ke manusia dari hewan, sebagai contoh, virus flu tipe A yang sangat banyak terdapat dalam hewan bisa menjadi penyebab penyakit paling serius pada manusia.
Dalam studi-studi yang disebarluaskan pada akhir 1960-an dan 1970-an, Robert Webste, dari Rumah Sakit Riset Anak-Anak St. Jude di Memphis, Amerika Serikat dan para koleganya melacak flu hingga ke sumbernya, mulai dari Great Barrier Reef di Australia hingga danau-danau di Kanada utara.
Dari mana datangnya virus-virus flu? Ternyata datangnya dari burung-burung liar di daratan, burung-burung liar di perairan – burung air, itik, atau burung pantai. Lusinan sub-tipe flu bermukim dalam isi perut burung-burung, kebanyakan tidak membahayakan “tuan rumah” mereka atau makhluk lainnya. Tetapi terkadang salah satu virus menginfeksi unggas peliharaan.
Bahkan dalam kasus tertentu, virus dari burung atau beberapa gen-nya menyelinap ke dalam kumpulan yang jauh lebih kecil dari virus tipe A yang menginfeksi manusia.
Normalnya virus flu yang mahir menginfeksi burung-burung tidak dapat menyerang manusia, karena virus ini tidak diperlengkapi untuk menyerbu dan berkembang dalam sel-sel manusia. Hingga belum lama berselang para ilmuwan berpikir virus-virus burung dapat memperoleh kemampuan itu hanya melalui perpaduan dengan virus lain lewat cara yang setara seperti hubungan seks.
Karena virus-virus flu membawa informasi genetik mereka dalam delapan segmen RNA (Ribon Nucleic Acid) terpisah, maka mudah bagi sub-tipe berbeda untuk tukar-menukar gen kalau mereka kebetulan bersatu. Hasilnya: keturunan dengan kemampuan baru.
Infeksi Hewan yang Sama
Agar flu burung dan flu manusia dapat berinteraksi dan berkembang biak, mereka harus menginfeksi hewan yang sama.
Para ilmuwan telah lama menduga, babi tampaknya dapat menjadi tempat virus-virus berpadu, karena sel-sel babi memiliki molekul-molekul permukaan yang memungkinkan masuknya kedua jenis virus itu.
Babi juga mungkin dapat tertular flu manusia dari petani dan virus burung dari, katakanlah, itik-itik di peternakan yang sama. Dua virus kemudian bisa bercampur (reassort), menciptakan hasil perpaduan genetika (hybrid) yang – dalam kasus terburuk – sekarang mampu menginfeksi sel-sel manusia yang masih membawa gen-gen virus burung, sehingga dapat membuat virus secara radikal menjadi sesuatu yang baru bagi sistem kekebalan tubuh orang-orang yang terjangkiti, dan luar biasa ganas.
Pencampuran (reassortment) menjelaskan dua pandemik flu lebih kecil yang terjadi pada abad ke-20, tahun 1957 dan 1968. Setiap tahun sub-tipe flu baru muncul, menyatukan gen-gen dari virus manusia yang menghasilkan penjangkitan ringan pada tahun-tahun sebelumnya dengan gen-gen baru dari virus burung. Virus-virus pandemik baru bergerak cepat mengelilingi dunia, bersama-sama membunuh sekitar dua juta orang.
Jeffery Taubenberger dari Armed Forces Institute of Pathology di Maryland, Amerika Serikat percaya, telah terjadi sesuatu yang berbeda. “Kami pikir agaknya lebih tepat bahwa virus tidak berasal dari sirkulasi virus manusia sebelumnya,” katanya.
Semua gen-gen virus diidentifikasi sebagai virus hewan, murni dan sederhana, yang dengan cara tertentu melintasi manusia tanpa bantuan gen-gen dari jenis virus manusia sebelumnya.
Kini virus H5N1 tengah melakukan hal serupa. Sejauh ini, langkah-langkahnya melintasi spesies-spesies penghalang bersifat tentatif, itu sebabnya mengapa virus ini hanya menimbulkan puluhan kematian, bukan jutaan. Tetapi seperti tahun 1918, para dokter yang melihat langsung pengaruh virus ini merasa sangat terganggu.
(Artikel Melacak Flu Pembunuh Berikutnya pernah diterbitkan dalam National Geographic Indonesia edisi Oktober 2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar